Terapi Energi, Kecapi, dan Gunung Ciremai
Suatu saat mungkin kita pernah datang ke suatu tempat dimana ditempat tersebut kita merasakan sensasi kenyamanan, keheningan, dan ketenangan. Apakah yang dimiliki oleh tempat tersebut hingga dapat mempengaruhi mood bahkan kebugaran kita ? Jawabannya adalah : frekuensi.
Sama dengan tubuh manusia, alam juga memiliki frekuensi sehingga keduanya dapat saling mempengaruhi. Pertanyaannya adalah bagaimana kita memanfaatkan frekuensi yang alam miliki ini kemudian mengemasnya dalam bentuk yang elegan sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
MTHI bekerjasama dengan CV Jagaraga mengembangkan kecapi kuningan yang ditujukan sebagai musik pengobatan. Ada dua nilai utama yang membuat kecapi kuningan menarik :
- Aransemen kecapi kuningan merupakan terjemahan dari frekuensi alam di titik – titik energi yang ada di Gunung Ciremai. Tiap titik energi ternyata memiliki frekuensinya sendiri sebagai kunci pembuka energi alam. Dengan nada yang tepat maka energi alam akan teraktifasi dan mengeluarkkan potensinya.Proses pencarian dan penerjemahan frekuensi alam menjadi aransemen musik kecapi merupakan kisah tersendiri yang menarik dimana tim melakukan proses penerjemahan langsung di mata air, danau, dan puncak gunung untuk menghasilkan aransemen original sesuai dan selaras dengan kehendak alam.
- Instrumen kecapi kuningan pada mulanya menggunakan instrumen kecapi yang umum, namun kini sevcara bertahap mulai dibuat instrumen kecapi khusus khas kuningan yang belum pernah ada sebelumnya.
Jika musik klasik dipercaya memiliki pengaruh pada tingkat kecerdasan, maka kecapi kuningan dengan 9 aransemen dasarnya akan mencadi musik terapi yang tidak hanya merdu dan indah yuntuk dinikmati namun juga memiliki efek terapi pengobatan.
Karena kita percaya bahwa ada komunikasi yang intens antara kita dan alam.
TIMELINE
- November 2014 konsep kecapi kuningan untuk terapi bergulir
- 2 Mei 2015 Konser uji coba kecapi kuningan @ Gn Ciremai
- September 2015 Konser kecapi dihadapan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya
Bisnis.com, KUNINGAN, JABAR — Alunan irama kecapi klasik abad ke-19 mengalun merdu di lereng Taman Nasional Gunung Ciremai. Resonasi yang dihasilkan membentuk kombinasi indah antara seni budaya dan bentang alam pegunungan.
Para pengunjung dibuat terlena oleh alunan syahdu yang dihasilkan dari setiap petikan kecapi. Bahkan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengapresiasinya dalam sebuah prasasti bertinta emas.
“Suatu bentang alam memiliki ruh yang disebut archipelago landscape. Di lereng 800 meter Gunung Ciremai kita menyaksikan hal tersebut. Dengan alunan kecapi yang dengan bersama angin terjadi resonasi indah yang saya percaya bersahutan dengan areal yang lebih luas di masyarakat. Ini juga yang kita sebut ekosistem yang ideal. Mensejahterakan masyarakat dengan kombinasi alam dan budaya,†tulisnya dalam prasasti ketika mengunjungi Taman Nasional Gunung Ciremai, akhir pekan lalu.
Pengurus Taman Nasional Gunung Ciremai sengaja ingin melestarikan kembali budaya masyarakat lokal yang dikemas dalam suguhan wisata alam.
Hal tersebut dilakukan untuk menjadi daya tarik bagi para turis sekaligus memberdayakan dan mensejahterakan warga sekitar.
Kepala Balai TNGC Padmo Wiyoso mengatakan permainan kecapi ini merupakan upaya untuk melestarikan budaya lokal yang berpadu dengan alam.
Musik kecapi klasik abad ke-19 tersebut menurutnya setara dengan lagu I Fall in Love yang dibawakan oleh musisi klasik Eropa.
“Kami berharap simfoni kecapi yang dipadukan dengan keindahan alam di Taman Nasional Gunung Ciremai ini bisa menjadi salah satu cara untuk menyedot perhatian wisatawan mancanegara,†tuturnya.
Suguhan partitur kecapi yang dialunkan di beberapa titik alam pegunungan Ciremai ini pun dipercaya dapat menjadi terapi.
Ashari, Terapis Kecapi, mengatakan terdapat setidaknya tujuh lokasi terapi kecapi yang dapat dinikmati oleh para wisatawan mulai dari lereng, mata air, hingga air terjun di Taman Nasional Gunung Ciremai.
Jika dimainkan akan mengalirkan energi bagi yang mendengarkan bahkan dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit.
Beberapa waktu lalu, pihaknya pernah menyuguhkan permainan terapi kecapi kepada rombongan pasien asal Bandung yang ingin diterapi.
“Dengan ini pasti ke depan ketika orang ke Ciremai tidak hanya mendaki dan foto selfie tapi ada potensi lain yang diperkenalkan (terapi kecapi) dan ini belum ada di tempat lain. Kalau bisa ini menjadi contoh sinergi antara alam dan masyarakat dengan cara baru,†ujarnya.
Wisata terapi kecapi yang baru dimulai sekitar enam bulan terakhir ini diharapkan dapat menjadi program berkelanjutan dan kian diminati para wisatawan.